- KEBUDAYAAN BIMA-NTB
Budaya Bima terkenal akan keanekaragaman yang khas dan tidak terlepas dari asimilasi dan akulturasi budaya Bima (Mbojo) dengan daerah lain di Indonesia, termasuk itu untuk tari-tarian berikut beberapa nama tari tradisional daerah Bima baik itu merupakan asli dari Bima itu sendiri maupun yang melalui proses akulturasi dengan budaya luar.
Secara garis besar tarian tradisional daerah Bima dibagi dalam dua kelompok yaitu: Mpa,a Asi (Tarian Istana) dan Mpa,a Ari Mai Ba Asia tau tarian diluar Istana yang lazim dikenal dengan tarian Rakyat. Pada masa lalu ada dua kelompok seni tari ini berjalan beriring-iringan dan berkembang cukup baik.
Tari Istana dikelompokan dalam dua kategori sesuai jenis kelamin penarinya yaitu:
- Tari Siwe (tari perempuan), yaitu jenis tari yang dimainkan oleh para penari perempuan seperti lenggo siwe (lenggo mbojo), toja, lengsara, katubu, dan karaenta.
2. Tari Mone (tari laki-laki), yaitu jenis tari yang dimainkan oleh penari laki-laki, seperti kanja, sere, soka, manca, lenggo mone (lenggo melayu) dan mpa,a sampari.

Sedangkan Tari Ari Mai Ba Asi (tari diluar pagar istana), dalam pengertian tari rakyat meliputi mpa,a sila, gantao dan buja kadanda. Semua jenis tari dimainkan oleh penari laki-laki. Tidak ada jenis tari rakyat yang dimainkan oleh penari perempuan. Selain itu, masih ada lagi jenis tari yang merupakan perpaduan antara seni tari dan seni music yaitu (Jiki Hadra) dimainkan oleh para penari dan penari laki-laki.
- Hadrah
Merupakan tari tradisional bima yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT. Hadrah yang dimainkan oleh anak-anak maupun orang dewasa masuk ke Bima sekitar abad XIV sejak masuknya islam kedaerah itu.
- Kanja

Tari tradisinal Bima yang diciptakan sultan Abdul Kahir Sirajuddin tahun 1673 setelah mendapatkan inspirasi sejarah masuknya islam ke Bima. Kanja berarti tantang, karena dalam tarian ini ada gambaran pertarungan dua orang panglima yang tangguh.
- Karaenta
Tari tradisional bima diawali dengan sebuah lagu berbahasa makassar yang bernama Karaengta. Penarinya anak kecil berusia 10 tahun, tidak memakai baju, kecuali hiasan yang dalam bahasa bima disebut Kawari atau Dokoh. Tari hiburan ini merupakan dasar untuk mempelajari tarian kerajaan bima yang lain.
- Katumbu

Tari tradisional bima yang berarti berdegup ini menggambarkan keluwesan dan keterampilan remaja putri. Tarian ini diperkirakan sudah ada sejak abad XV dan ditarikan keluarga istana.
- Toja

Tari tradisional bima yang diangkat dari legenda Indra Zambrud. Penciptanya Sulta Abdul Kahir Sirajuddin tahun 1651. Tari ini menggambarkan lemah-gemulainya penari yang turun dari kayangan. Lenggo: tari tradisional bima yang berarti melenggok, yang telah diadatkan dalam upacara sirih puan setiap perayaan maulid. Tari ini menceritakan bagaimana guru agama islam menggadakan penghormatan kepada muridnya, yaitu Sultan sebagai pernyataan saling menghormati.
- Lenggsara

- Mpa,a
Tari rakyat bima yang berisi gerak-gerak silat.
- Sere

Tari tradisional bima yang berarti mengajak berperang yang semula ditarikan perwira perang bergekar ananguru sere. Tari ini dipertunjukan diarena yang cukup luas dihadapan tamu yang berkunjung ke bima.
Bahasa Bima
Bahasa bima atau nggahi mbojo adalah sebuah bahasa Austronesia yang dipertuturkan oleh suku bima di pulau Sumbawa bagian timur, NTB yang terdiri dari bima, Dompu dan sebagian wilayah di Manggarai NTT.
Orang bima, atau dou mbojo, dalam hal memperindah penggunaan bahasa senantiasa menggunakan pantun Patu atau kapatu dalam hal kapatu ini ada bermacam kapatu mbojo yang dapat diutarakan, di antaranya: Patu Cambe (balas pantun), Patu Kaboha (pantun sindiran).
Adapun dialek-dialek dari bahasa Bima adalah sbb :
- Kolo
- Sangar (sanggar)
- Toloweri
- Bima
- Mbojo
Percakapan-percakapan dasar dalam bahasa Bima :
- “Bune haba ? “ Apa kabar ?
- “ Loa ja ita bantu mada ?” Bisakah Anda membantu saya ?
- “ Bune ku carana lao aka Kota” Bagaimana cara untuk kearah kota ?
- “ Sabune ta co’i na ?” Berapa harganya ?
- “ Santabe ta” Permisi, Silahkan
- “ Tarima Kasi” Terima Kasih
- “ Mboto Kangampu” Banyak maaf
- “ Mai ta lao tio dana Mbojo” Ayo berkunjung ke Tanah Bima
Pakaian Adat Bima

Pakaian adat masyartakat Suku Bima atau Dou Mbojo, tidak terlepas dari pengaruh kerajaan Bima yang merupakan kerajaan Islam yang tersohor di Nusantara bagian timur. Pengaruh budaya islam terhadap kebudayaan masyarakat bima sangat besar. Oleh karena itu, keberadaan pakaian adat Bima tidak bias lepas dari sejarah perkembangan islam di masa lalu. Rimpu, pakaian adat perempuan suku bima ini merupakan bukti besarnya pengaruh kebudayaan islam di bima. Dari segi bentuk, rimpu sering diidentikan dengan mukena, yaitu pakaian perempuan muslim ketika melaksanakan sholat.
Satu set rimpu terdiri dari dua bagian, se bagai penutup kepala sampai perut dan penutup perut sampai kaki (seperti rok perempuan pada umumnya). Secara fungsi rimpu dibagi menjadi dua jenis yaitu: rimpu cili dan rimpu colo.

Rimpu cili khusus untuk perempuan bima yang belum menikah, bentuknya seperti mukena dengan bahan sarung tenun khas bima, hanya saja pada bagian atas rimpu cili, yang terbuka adalag sepasang mata pemakaiannya saja. Sedangkan rimpu colo, digunakan oleh kaum ibu yang sudah menikah. Rimpu colo menutup seluruh bagian tubuh kecuali wajah pemakainya.

Bagi pria yang menjadi cirri khas dari suku bima adalah Sambolo ikat kepala. Sambolo merupakan ikat kepala yang terbuat dari kain tenun, motifnya yang serupa sarung songket (songke), membuat sambolo kerap kali disebut sambolo songke. Cara memakainya yaitu menjalin masing-masing ujung sehingga melingkari kepala dalam keadaan tertutup. Selain itu, kaum lelaki mengenakan sejenis kemeja berlengan dan berkerah pendek.
Lelaki bima mengenakan sarung songket yang disebut Tembe me,e. dan mengenakan ikat pinggang yang disebut salepe. Bentuk salepe tidak berbeda dengan selendang, pemakainnya hanya dililitkan melingkar dipinggang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar